Anak adalah buah hati yang tak ternilai harganya bagi sebuah keluarga. Namun, faktanya kekerasan terhadap anak seringkali terjadi dan mengancam kehidupan anak di masa depan. Kekeran terhadap anak adalah suatu bentuk pengalaman merugikan di masa anak-anak yang memberikan dampak traumatis jangka panjang baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, beberapa dampak yang dapat dilihat adalah adanya tanda-tanda bekas kekerasan di sekujur tubuh. Sedangkan secara psikologis, anak yang menjadi korban kekerasan dapat mengalami masalah kejiwaan seperti : gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi, cemas, dan psikotik.
Dalam berbagai studi ditemukan bahwa kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimana saja seperti di rumah, sekolah, lingkungan pertemanan, atau tempat lain dimana anak berinteraksi. Lebih miris lagi, dalam banyak kasus ditemukan bahwa kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam lingkungan keluarga justru pelakunya adalah orang yang dikenal oleh korban. Oleh karena itu, penanganan dan pendampingan pada kasus kekerasan terhadap anak merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini guna menjamin agar setiap anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik untuk mempersiapkan diri bagi masa depan yang cemerlang. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu Pada 02 April 2024, berlokasi di Bogor, Kementeriaan PPPA dalam Koordinasi Nasional Unit PPA menyelenggarakan RAPAT PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI PENDAMPINGAN PSIKOLOGI TERHADAP KORBAN. Dalam kegiatan ini, Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik yaitu Nathanael E. J. Sumampouw, M.Psi., Ph.D., Psikolog bersama dengan Noridha Weningsari, M.Psi., Psikolog yang menjabat sebagai Ketua Bidang I Pengembangan Profesi dan Standardisasi Praktik Psikologi Forensik hadir sebagai narasumber dan fasilitator. Kegiatan ini diikuti oleh semua Psikolog yang bertugas di PPA se-Indonesia sebagai peserta. Pemeriksaan psikologi pada kasus kekerasan terhadap anak perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan berpedoman pada kode etik. Dengan demikian, Nathanael menyampaikan bahwa dengan adanya kegiatan ini diharapan dapat menjadi langkah awal yang akan ditindaklanjuti untuk penyusunan panduan pemeriksaan psikologi forensik bagi psikolog.
(humas/mcj)
Share This News